PENDAHULUAN
Tafakur yang kita maksud adalah agar sesuatu yang baik mengokoh dalam jiwa kita, dan sesuatu yang buruk segera kita sadari dan kita perbaiki. Tafakur yang mendalam akan membuahkan hikmah dan kebijaksanaan. Di atas pondasi hikmah dan sifat bijaksana itu kita berharap hidup semakin berkah dan bisa meraih rahmat Allah Swt.
MARI BERTAFAKUR
Ambillah hikmah dari setiap kejadian besar ataupun kecil, agar dirimu senantiasa ingat kepada Allah yang menciptakan. Agar engkau tidak berlaku sombong tatkala berjaya dan juga tidak berputus asa dalam menghadapi kesulitan, dan dalam keadaan lemah dan teraniaya. Karena Allah yang metakdirkan kamu menjadi jaya. Dia pulalah tempat engkau mengadu saat engkau ditimpa sakit dan kekurangan.
Hikmah adalah kumpulan kesadaran atas segala realitas di muka bumi, bahwa segalanya adalah dalam pengaturan Allah Swt dan untuk kebaikan manusia semata. Coba renungkan tentang apa yang telah engkau perbuat dan engkau dapatkan di hari ini. Seluruhnya mengandung hikmah dan karunia dari sisi Allah Swt. Semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Sedangkan perbuatan kita besar atau kecil, baik atau buruk semuanya akan kembali kepada diri kita. Untuk itulah terhadap karunia kita mesti besyukur dan tidak tamak dengan dunia, dan terhadap perbuatan kita berhati-hati agar tidak memperbuat yang salah dan keliru.
Pokok dan pangkal dari hikmah adalah iman, sedangkah pokok dan pangkal dari sikap bijaksana adalah amal sholeh. Pokok dari iman adalah makrifatulloh, sedangkan pokok dari sikap bijaksana adalah akhlak Nabi Muhammad SAW. Orang yang bermakrifat kepada Allah dan meneladani akhlak RasulNya dipastikan memiliki hikmah yang besar dan sikap bijaksana yang tinggi. Oleh sebab itu perbanyak waktu untuk mentafakuri al-Quran dan alam semesta sebagai sumber makrifarullah dan akhlak nabi Muhammad Saw sebagai sumber kebijaksanaan.
Al-Quran mengandung lautan hikmah. Siapa yang ingin beroleh hikmah maka ia hanya tinggal membaca dan mentadaburi al-Quran. Sesungguhnya untuk mendapatkan hikmah dari al-Quran dibutuhkan kekuatan luar biasa. Kita tidak bisa sembarang begitu saja membaca kemudian mendapatkan hikmah dengan membacanya. Maksud kekuatan di sini adalah dinamika usaha kita dalam belajar, ibadah dan berfikir. Sekalipun kitab Al-Quran sejak dulu terdiri atas 114 surat dan 30 Juz, namun kedalaman makna dan ilmu yang dikandungnya tidak pernah habis-habisnya dibahas dan diungkap oleh orang-orang yang berilmu tinggi.
Sikap bijaksana adalah sikap tepat dalam menyikapi setiap keadaan dan peristiwa sehingga memancarlah keadilan, ketawadluan dan kebeningan hati. Orang yang bijaksana tidak dendam terhadap orang yang menyakiti, tetapi ia memaafkan. Ia tidak mudah marah terhadap orang yang berbuat kesalahan dalam urusannya, Ia senang berbuat baik kepada siapa saja, dalam keadaan bagaimana pun. Seorang yang bijaksana juga pandai mengatur emosinya: ia akan menunjukkan kasih sayang pada saat dan orang yang tepat, dan menunjukkan kekerasan sikap pada saat dan orang yang tepat.
Sempatkan diri kita untuk mentafakuri segala realitas yang ada secara rutin, baik ketika menjelang pagi atau menjelang malam. Realitas yang pokok adalah pertama al-Quran, kedua alam semesta dan kehidupan, ketiga hati kita sendiri. Dengan tafakur maka mutiara-mutiara hikmah akan selalu di dapat, dan jangan bosan untuk selalu mendapatkannya, sebab hikmah adalah karunia terbesar dari sisi Allah bagi hamba-hambaNya yang beriman. Al-Quran mengandung penjelasan ontologi secara mendalan tentang realitas hakiki secara radikal dan universal. Juga mudah dipahami. Alam semesta mengandung pejelasan aksiologis paling nyata, bahwa keberadaan alam semseta adalah untuk kemanfaatan manusia, dan sebisanya manusia memanfaatkan alam itu dan bersyukur kepada Zat yang namanya dijelaskan di dalam al-Quran. Sedangkan hati adakah perekam epistemologis, yang merekam segenap pengalaman sadar kita.
Bila kita telah pandai bertafakur, maka pandai juga meraih hikmah dari ketiganya. Hidup seseorang yang bersahabat dengan al-Quran, alam semesta dan hati nurani yang bersih akan tampil sebagai seorang yang bijaksana dalam hidupnya. Al-Quran adalah sumber hukum yang paling terang untuk membereskan kehidupan manusia. Alam semesta adalah sumber ilmu dan teknologi sehingga manusia bisa termudahkan hidupnya. Dan hati adalah sumber dari kesadaran dan moralitas sehingga timbullah kedamaian dan kemakmuran darinya. Lurusnya hidup adalah dengan al-Quran, mudahnya hidup dengan alam semesta dan indahnya hidup dengan hati nurani.
KEBIASAAN BERTAFAKUR
Tafakur adalah aktifitas jiwa untuk merenungkan kembali apa yang telah kita jalani, apa yang sedang terjadi serta apa yang akan kita alami. Tafakur diperintahkan Allah, agar kita senantiasa sadar akan banyak hal sehingga bisa mengantarkan kita kepada sikap yang semakin bijaksana. Sikap bijaksana adalah sikap tepat dalam menyikapi setiap keadaan dan peristiwa sehingga memancarlah keadilan, ketawadluan dan kebeningan hati. Tafakur yang kita lakukan dimaksudkan agar sesuatu yang baik mengokoh dalam jiwa kita, dan sesuatu yang buruk segera kita sadari dan kita perbaiki. Tafakur yang mendalam akan membuahkan hikmah dan kebijaksanaan. Di atas pondasi hikmah dan sifat bijaksana itu kita berharap hidup semakin berkah dan bisa meraih rahmat Allah Swt.
TAFAKUR ATAS DIRI KITA
Diri kita adalah titipan masa yang telah kita lalui. Setiap peristiwa di masa lalu akan senantiasa mempengaruhi cara kita memandang kehidupan ini. Upaya untuk keluar dari bayang-bayang masa lalu adalah sulit dilakukan. Yang paling mungkin kita lakukan adalah mengubah haluan hidup, dengan cara mengurangi atau menambah apa yang telah ada dalam diri kita. Kita tidak mungkin kembali seperti bayi yang baru lahir sebab bersamaan dengan berjalannya waktu demi waktu kita telah hidup bersama dengan suatu tanggung jawab. Seperti apa pun masa lalu kita, kelam ataupun cerah, hari ini semuanya bisa kita tata sedemikian rupa sehingga kedua sisi, cerah dan gelap itu, membawa dampak tergalinya hikmah bagi diri kita.
Kita selalu memiliki kesempatan untuk bisa lebih baik dari apa yang baik selama ini. Kita bisa meninggalkan yang buruk yang selama ini menyelimuti hidup kita. Kita pun bisa meraih kebaikan-kebaikan baru. Ingatlah hidup selalu memiliki sisi terang dan sisi gelap. Terkadang kita ingin menyerang benteng musuh dan jangan lupa mempetahankan benteng sendiri dari serangan musuh. Sisi terang kita akan semakin jelas dengan cara menambah baik apa yang sudah jelas-jelas baik. Dan sisi gelap kita akan berkurang kegelapannya dengan cara meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang jelas-jelas buruk. Kekuatan untuk bisa melihat mana yang gelap dan mana yang terang serta kemauan untuk berjalan ke arah yang terang adalah suatu hikmah yang besar. Hikmah semacam ini sangat membutuhkan adanya hidayah dan taufik dari sisi Allah Swt.
Dunia tempat kita tinggal dibagi atas dua kategori utama. Yaitu dunia yang penuh dengan kebaikan serta dunia yang ditutupi dengan keburukan. Ketika kita datang ke dunia yang baik, belum tentu kita terbawa baik, jika di dalam jiwa tidak ada tekad untuk berbuat baik. Ketika kita datang ke dunia yang buruk, selalu kita akan bertambah buruk, jika tak punya niat untuk memperbaiki keadaannya. Jadi kita butuh tekad yang kuat dan dunia yang baik serta bisa mengambil hikmah dari setiap keadaan dan peristiwa jika kualitas hidup kita ingin bertambah baik derajatnya. Hari ini di manakah tempat tinggalmu? Biasanya jika engkau tinggal di suatu tempat, kebiasaan-kebiasaan di tempat itu adalah juga kebiasaan-lebiasaan dirimu. Bertafakur hanya bisa dilakukan di tempat yang baik.
MENTAFAKURI HATI
Hati adalah inti kehidupan yang paling kita sadari dan dapat mengendalikan kita atau kita mengendalikannya. Di hatilah tempatnya kesusahan dan kegembiraan. Jika hati sedang bersedih, hidup kita sedih. Ketika hati sedang gembira, hidup pun gembira. Orang yang bijaksana adalah orang yang senantiasa mencari cara agar hati selalu bergembira, senang, tentram. Hati yang tentram jelas timbul karena keterkaitannya dengan Allah, keterkaitannya dengan perilaku yang benar, keterkaitannya dengan kebenaran yang hakiki. Sebaliknya bila kejahatan yang selalu kita rencanakan dan kita turuti, kelalaian mengingat Allah yang sering kita lakukan, dan salah dalam memandang dunia ini, maka hati akan senantiasa berada dalam kesedihan dan nestapa.
Sesungguhnya hidup ini lebih membutuhkan adanya keselamatan, rahmat, keberkahan, hasanah dan dijauhkannya kita dari jalan-jalan menuju neraka. Megahnya kehidupan dunia, nikmatnya makanan yang kita makan ternyata tidak abadi. Tidak dipungkiri bahwa untuk menguasai dunia, membuat teknologi dan peradaban membutuhkan perjuangan berat dan bernilai ibadah juga, namun kita pun tersadar bahwa semuanya itu akan binasa. Bagaimanakah kita bisa merasakan adanya keselamatan, rahmat, keberkahan, hasanah dalam hidup ini? Tidak ada yang bisa menangkapnya melainkan hati. Hati yang diselimuti oleh kebaikan akan memancarkan tingkah laku dan orientasi hidup yang baik. Kita membutuhkan hati yang selamat, bersih dan bercahaya. Yakni yang diselimuti oleh cahaya keimanan kepada Allah Swt.
Sesunguhnya godaan yang paling terdahsyat yang dapat mengotori hati dan jiwa kita adalah bisikan syaithan dan godaan dunia. Godaan dunia adalah yang paling dahsyat dan hampir merata di semua level manusia. Tidak mengenal kaya dan miskin, godaan harta itu senantiasa membayang-bayangi hidup manusia. Pun demikian bisikan syaithan yang memiliki berbagai daya tarik agar manusia terjerumus kepada kubangan kehinaan yang dianggap indah dan menakjubkan. Sekiranya hati tergoda oleh dunia dan syaithan, kemudian selanjutnya menjadi suatu kebiasaan maka timbul kecintaan kepada yang bathil dan benci kepada yang benar.
Hati manusia di satu sisi memiliki kecenderungan untuk bergantung kepada Allah, untuk senantiasa bermajat kepadaNya. Hanya hal ini timbul pada saat manusia ditimpa kehinaan, kesusahan, kesedihan, kesulitan, kekhawatiran dan rasa takut. Di sisi lain hati juga memiliki kecenderungan untuk membangkang setiap apa saja yang diperintahkan Allah kepadanya. Manusia selalu membuat-buat alasan untuk tidak mengikuti kebenaran yang datang dari sisiNya, sebaliknya mereka senantiasa menganggap benar apa saja kebatilan yang ada pada mereka. Jika manusia ditimpa kesenangan, mereka cenderung untuk menjadi pembangkang, dan ketika ditimpa kemalangan tidak ada yang dimintai pertolongan melainkan Allah saja.
Karena demikian keadaan hati manusia, maka hati perlu diarahkan dan dikendalikan. Semestinya, hati manusia tetap dalam ketundukkan kepadaNya di kala aman ataupun ketika ditimpa suatu kemalangan. Semestinya manusia, ketika ia ditimpa sakit, ia berdoa kepadaNya. Dan ketika sembuh ia taat kepadaNya. Ia tunduk di waktu susah dan di waktu lapang. Maka ingatlah Allah kapan dan bagaimana pun keadaan kita. Karena hati yang senantiasa mengingat Allah, akan senantiasa memancarkan cahaya ketenangan di saat susah dan di saat menang. Sekali waktu kita harus mendidik hati kita untuk banyak mengingat Allah, dan membiasakan untuk berdzikir kepadaNya untuk selanjutnya menjadikan dzikir itu sebagai suatu kebiasaan.
Dalam hati terdapat banyak sekali rahasia dan keajaibannya. Mendalami hati adalah seperti kita menjelajahi bumi dan alam semesta bahkan lebih luas lagi adanya. Memang hati berada dalam rongga dada yang sempit. Namun ia bisa lapang sekali melebihi luasnya langit dan bumi. Sifat maaf itu melapangkan hati orang, dan adanya dalam hati kita. Di hati, kita bisa menampung berjuta-juta maaf, cinta, kesetiaan, kemandirian, potensi berbuat baik dan santun, merelakan apa yang lepas dari tangan kita dan menampung ejekan seperti danau yang luas yang ditaburi secangkir garam ke tengahnya. Hati kita adalah keajaiban bagi kita. Kalau kita ingin menjadi sosok yang fenomenal, maka buatlah hati kita agar kaya.
Mentafakuri masa lalu kita yang buruk
Fenomena hidup manusia ini sungguh bertaburan aneka warna. Setiap jiwa pasti memiliki keunikan dan pengalaman pribadi masing-masing yang berbeda satu sama lainnya. Di antara sekian sisi kehidupan manusia menurut sudut pandang baik dan buruk, terdapatlah sisi yang baiknya dan sisi yang buruknya. Perkara yang buruk adalah perkara dosa, maksiat dan kesalahan. Setiap kita pasti pernah berbuat dosa, hanya kemudian di antaranya ada yang bertaubat dari dosa itu dan ada yang melanjutkan perbuatan dosa tersebut dan merambah kepada dosa-dosa lainnya.
Keadaan yang miskin, kurang makan, sedikit harta, tidak punya uang, tidak punya pekerjaan, boleh jadi itu merupakan hal yang kurang baik, tetapi tidak berarti itu adalah hal yang buruk. Karena itu jangan memandang buruk terhadap keadaan kita baik di masa lalu ataupun di masa sekarang jika keadaan kita miskin. Kemiskinan dan kelemahan fisik bukanlah keburukan. Sebab dalam keadaan miskin kita masih bisa berbuat baik dan melakukan kewajiban.
Yang harus kita coba ingat-ingat dan menjadi bahan renungan kita adalah keburukan-keburukan di masa lalu. Yakni perbuatan dosa dan maksiat. Sudahkah kita bertaubat kepada Allah, menyesali perbuatan tersebut dan tidak mengulanginya lagi. Dosa adalah karat di dalam hati dan jiwa kita. Taubat pada dasarnya merupakan usaha untuk membersihkan kembali. Tetapi kita harus ingat, hati kita pernah tersakiti saat kita berbuat dosa dan maksiat. Tidak mudah untuk menghilangkan bekas maksiat di dalam hati tersebut. Hati akan selalu mengingat dan terpuruk dengannya. Untuk itu selamanya kita harus mengkondisikan diri dalam bertaubat kepada Allah dan berjanji untuk tidak berbuat dosa kembali.
Masa lalu yang buruk akan terekam dalam raut wajah dan perilaku kita. Jika kita tidak berusaha menggantinya dengan perbuatan yang baik dan menetap dalam kebaikan itu, maka wajah kita akan berupa sosok yang penuh dengan dosa, hitam dan tidak enak dipandang mata. Oleh sebab itu jika masa lalu kita buruk, galilah potensi jiwa kita untuk kembali kepada Allah, melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya, melakukan kemaslahatan bagi manusia seluas-luasnya sebagai ganti dari perbuatan maksiat kita, maka wajah kita akan terisi oleh lukisan kebaikan itu. Barangkali noda hitam di wajah akan tersamarkan oleh pulasan kebaikan.
Terkadang kita begitu amat menyesali keburukan, ketololan, kesalahan yang kita perbuat di masa lalu. Tetapi kita pun tersadar bahwa kita tidak bisa mengulangi masa kehidupan kita. Kita sudah memilihnya waktu itu dan jadilah diri kita sebagaimana adanya hari ini. Kita tidak punya lagi pilihan seperti dulu masih bisa memilih. Pilihan kita di hari ini lebih sempit dibanding pilihan di masa lalu ketika kita masih berusia muda. Namun selalu berfikirlah secara realistis, bahwa sekalipun sempit pilihan hidup di hari ini, kita masih diberi kesempatan untuk memilih yang baik-baik dan mengabaikan perkara yang buruk-buruk. Jangan gadaikan hidup kita sehingga bergantung kepada hal yang buruk-buruk.
Mentafakuri masa lalu kita yang baik
Jangan lupa di masa lalu andaikan hidup kita selalu dihimpit oleh keburukan, selalu ada celah kebaikan yang pernah kita perbuat. Kita bukanlah malaikat, bukan pula syaitan yang terlaknat, bukan hewan yang tak berakal. Mengingat kebaikan yang pernah kita lakukan di masa lalu, bukan maksudnya kita akan berbangga-bangga dengan kebaikan itu. Akan tetapi untuk mengobati hati kita yang lalai. Kejayaan di masa lalu atas kebaikan yang pernah kita lakukan, yang hari ini sulit kita wujudkan adalah untuk agar kita bisa sedikit menggali kembali potensi yang ada. Agar hidup tidak terlalu dirundung kesedihan.
Kita mencoba menggali nilai-nilai yang pernah hidup di waktu itu dalam jiwa kita sehingga kita bisa tampil untuk melakukan suatu kebaikan sekecil apapun. Dan jika kita telah menemukannya kembali, merasakannya kembali, maka itu akan menjadi dorongan atau motivasi untuk bangkit kembali di hari ini melakukan kebaikan. Mungkin wujud kebaikannya mengambil warna yang lain akibat dari perbedaan masa dan usia kita. Jika kita sedang bersedih karena dicaci maki manusia, maka kenanglah selalu bahwa orang-orang pernah tersenyum kepada kita dan akan selalu ada yang tersenyum pada kita.
Ingatlah selalu satu rumus, jika kita berbuat baik di masa lalu, belum tentu ada manusia yang mengingatnya. Tetapi jika kita berbuat dosa dan kesalahan yang diketahui oleh manusia, sekali pun sudah sangat lama, manusia mungkin masih banyak yang mengingatnya dan tersakiti hatinya. Jadi maksud kita mengingat kebaikan kita di masa lalu, bukan dengan cara kita mengingatkan manusia atas kebaikan kita. Tetapi mencoba berbuat kebaikan lagi kepada manusia atas dasar bahwa kita pernah bisa berbuat baik.
Mentafakuri masa kita yang akan datang
Masa yang akan datang, marilah kita rencanakan jangan sampai diisi oleh keburukan. Kita masih mampu berbuat kebaikan untuk masa-masa yang akan datang baik besar ataupun kecil. Boleh jadi kita ketika berbuat baik tak sehebat para sahabat Nabi, atau para pahlawan Islam di setiap masa, namun, yang pokok adalah kebaikan itu memiliki nilai di sisi Allah dan merupakan kebaikan yang benar-benar kita sanggup melakukannya. Seiring dengan itu hal apa saja yang dipandang buruk, kita jauhi, sekalipun hal tersebut di mata sebagian manusia adalah hal biasa bahkan dipandang baik.
Akan seperti apakah wajah kita di dua puluh tahun yang akan datang, andai masih ada umur, tergantung kepada proses-proses yang kita lewati di hari ini. Seiring dengan bertambahnya usia, manusia tidak secara otomatis bertambah bijaksana. Sebab kebijaksanaan sangat tergantung kepada upaya melewati setiap masa dengan diraihnya hikmah dan sikap yang mengikutinya. Karena itu, jika di masa tua kita ingin jadi orang yang bijaksana, maka belajarlah mulai hari ini untuk senantiasa bersikap bijaksana dan pandai meraih hikmah dari peristiwa apapun dan mau belajar kembali dari siapapun sekalipun dari anak kecil.
Hikmah adalah kumpulan ilmu yang sarat akan makna keutamaan hidup, sedangkan bijaksana adalah sikap dan perilaku yang bersandarkan kepada hikmah. Artinya kita akan jadi orang yang bijkasana di masa yang akan datang jika di hari ini kita mampu mengumpulkan hikmah dan mempraktekkannya. Upaya praktis untuk meraih hikmah dan kebijaksanaan adalah banyak bergaul dengan orang-orang yang sudah terkenal kebaikan dan keluasan pergaulannya. Dan berupaya tampil untuk berkontribusi demi perbaikan di tengah masyarakat. Terkadang orang yang bijaksana adalah juga orang yang suka melakuan hal-hal seperti sepele namun bermanfaat dan ia terus melakukan hal tersebut secara kontinyu.
Bergaulah dengan petani, misalnya, karena boleh jadi ia seorang yang memiliki hikmah dan sikap yang bijaksana. Bergaullah dengan tukang siomay, tukang becak, karena boleh jadi mereka memiliki hikmah dan kebijaksanaan. Apatah lagi jika kita berniat bergaul dengan para ulama, hakim, dan para pembesar negeri. Siapkan diri yang tampil apa adanya, jujur, dan memiliki suatu impian besar ketika hendak bergaul dengan para pembesar dan ulama. Bergaullah dengan anak kecil, karena sering kita ini ketika masih muda atau kecil ingin selalu mengkritik orang dewasa di sekitar kita yang tidak konsisten dengan kebaikan. Jangan-jangan kita pun di masa dewasa ini memiliki sisi ketidakkonsistenan dengan kebaikan.
ayooo tafakur tapi jangan lupa baca artikel ini sekalipun tidak pendek.Tafakkaruu sa'ah khoirum min qiroatul kutubi thowiilah.......mikir sak jam luwih apek tinimbang moco tulisan sing dooowouuuu...
BalasHapus